Selasa, 02 Desember 2014

Pengendalian Internal yang Lemah dapat Mengancam Reputasi suatu Perusahaan

Kasus


            Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menonaktifkan tiga direksi PT WST terkait kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada laporan keuangan 2004-2007. Sekretaris Kementerian Negara BUMN Said Didu mengungkapkan non aktif telah dilakukan sejak dua minggu lalu. Dari tiga direksi, dua orang direksi bekerja di WST dan sisanya ada di BUMN lain. direksi WST pada 2004-2007 yaitu UTA,  BM, dan KM. Said memastikan salah satu yang dinonaktifkan yakni KM. "Menteri BUMN sudah bentuk tim untuk membela mereka," ujarnya di kantor Kementerian BUMN.
            Surat kepada Departemen Keuangan untuk menindak kantor akuntan publik WST, dia melanjutkan, juga sudah diteken. Dalam surat itu Menteri BUMN Sofyan Djalil meminta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) untuk memberi sanksi kantor akuntan publik jika terbukti terlibat dalam rekayasa keuangan. "Ini pelajaran, direksi jangan coba-coba lakukan rekayasa," tegas Said. Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur Utama baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai. Dalam pemeriksaan itu ditemukan kelebihan pencatatan sekitar Rp 400 miliar. Akibatnya penawaran saham WST ditunda hingga PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) menyelesaikan restrukturisasi yang diperkirakan memakan waktu dua tahun
            PPA membutuhkan dana suntikan Rp 200 miliar untuk menyehatkan WST. "Menkeu minta direksi dihukum dulu baru disuntik," kata Said. Bila terbukti bersalah, direksi harus mengembalikan semua keuntungan kepada negara. Menurut Said, kasus ini muncul sebagai akibat kedekatan persero dengan kantor akuntan publik. Karena itu dia mengusulkan agar seluruh BUMN menjaga hubungannya dengan kantor akuntan publik. Buntut kasus WST, sebuah perbankan memutuskan tak mau mengucurkan dananya untuk perusahaan pelat merah itu. Dia juga mengungkapkan pemerintah mendapatkan laporan serupa dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada BUMN tak terdaftar. "Beda hasil audit BPK dan kantor publik akuntan," ujarnya. Namun dia enggan menyebut nama BUMN itu

Analisis

            Memanipulasi laporan keuangan merupakan salah satu tindakan pindana yang dapat merugikan orang banyak selain itu juga akan mencorengan nama baik perusuhaan. dalam memanipulasi suatu laporan keuangan pasti akan melibat seorang akuntan publik. pengauditan yang dilakukan oleh Akuntan Publik diharapkan dapat menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan bukan malah membantu perusahaan untuk melakukan kecurangan atau sampai membantu menutupi terjadi kecurangan didalam perusahaan . beberapa tahun lalu terdapat kasus yang melibatkan kementrian negara BUMN  dan pada kasus ini juga melibatkan para auditor internal dan eksternal pada PT.WST.

            Setiap akuntan publik di indonesia harus patuh pada kode etik yang berlaku di indonesia.  kode etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Di dalam ikatan akuntan indonesia terdapat prinsip-prinsip etika profesi yang tidak boleh dilanggar oleh para akuntan publik yaitu :

1.      Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Dalam kasus diatas juga melibatkan akuntan publik atau auditor yang diduga ikut melakukan rekayasa laporan keuangan pada PT.WST. bila dugaan itu benar berarti KAP tersebut tidak bisa mempertahankan sikap independensi yang seharusnya KAP tidak bisa dipengaruhi atau bebas dari pengaruh orang orang yang ingin berbuat licik dalam memanipulasi keuangan walupun tawaran yang diberikan sangat mengiurkan untuk para KAP .

2.      Integritas dan Objektivitas.
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Dalam kasus diatas juga melibatkan akuntan publik atau auditor yang diduga ikut melakukan rekayasa laporan keuangan pada PT.WST. seandainya bila terbukti bawah auditor tersebut ikut campur maka ia sudah melanggar prinsip dari etika profesi itu sendiri berarti auditor tersebut tidak bisa lagi dikasih tanggung jawab dalam memenuhi profesionalnya sebagai akuntan publik dan itu akan menurunkan kepercayaan masyarakat  dalam kinerja akuntan publik itu sendiri.

            Selain prinsip etika profesi akuntansi ternyata ada standar umum  dan prinsip akuntansi. Anggota KAP harus mematuhi standar berikut ini beserta interpretasi yang terkait yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar yang ditetapkan IAI:

1.      Kompetensi Profesional. Anggota KAP hanya boleh melakukan pemberian jasa profesional yang secara layak (reasonable) diharapkan dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.
2.      Kecermatan dan Keseksamaan Profesional. Anggota KAP wajib melakukan pemberian jasa profesional dengan kecermatan dan keseksamaan profesional.
3.      Perencanaan dan Supervisi. Anggota KAP wajib merencanakan dan mensupervisi secara memadai setiap pelaksanaan pemberian jasa profesional.
4.      Data Relevan yang Memadai. Anggota KAP wajib memperoleh data relevan yang memadai untuk menjadi dasar yang layak bagi kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan pelaksanaan jasa profesionalnya.

      Dari standar umum yang telah ditetapkan IAI merupakan standar umum yang bagus untuk para KAP , dalam kasus diatas yang masih dugaan bahwa akuntan publik ikut berkerja sama dalam rekayasa laporan keuangan pada PT.WST. bila semua duga itu terbukti benar berarti KAP tidak mematuhi standar  diatas yang dikeluarkan oleh badan  IAI,  selain itu kementrian negara BUMN meminta departemen keuangan untuk mencabut izin agar menciptakan efek jera pada KAP bila dugaan itu benar terbukti. Bila tidak terbukti salah berarti KAP tersebut sudah bagus karena sudah mematuhi standar umum yang berlaku.

            Rasa Tanggung jawab harus selalu dimiliki oleh semua KAP seperti ada tanggung jawab kepada klien dalam hal ini menjaga kerahasisn informasi klien Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau menghalangi Anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.
            Mengenai kasus pada pt.wst diatas pasti membutuhkan penyelindikan yang lebih mendalam lagi pada kasus ini oleh para penindak hukum untuk itu kasus yang melibatkan akuntan publik dipanggil dan dijadiin sanksi untuk kebenaran kasus tersebut dan disini juga diduga ada kerja sama antara orang akuntan publik dengan pt.wst sendri dan sekarang  akuntan publik tersebut sedang dilakukan penyelidikan yang dilakukan oleh  Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK)  tentang terlibatnya akuntan publik tersebut.

            Pada kasus PT.WST terdapat hubungan mengenai pelaksanaan implementasi good corporate governance (GCG) BUMN. Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Sedangkan Berdasarkan  Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika. Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3  Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 

1.      Transparansi (transpaa rency) artinya ada keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan. Faktanya didalam kasus diatas para pemegang saham merasa ditipu dalam penyajian laporan keuangan karena laporan yang disajikan tidak relevan dengan adanya manipulasi yang dilakukan oleh pihak pt.wst para pemegang saham juga  musti tahun tentang keadaan yang sebenernya terjadi pada perusahaan

2.      Pengungkapan (disclosure) artinya ada penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Dalam kasus diatas bawasanya  tidak ada transparansi dalam pengungkapanya dalam penyajian informasi kepada para pemegang saham atas terjadinya kasus seperti ini para pemegang saham pt.wst merasa dirugikan

3.      Akuntabilitas (accountability) artinya ada kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Dalam kasus diatas juga melibatkan para tiga direktur pt.wst karena terkaitanya kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada laporan keuangan 2004-2007. Berarti para direktur tidak menjalan kan fungsi dan tanggung jawabnya dengan semestinya.

4.      Pertanggungjawaban (responsibility) artinya ada kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.  Dalam kasus diatas  tidak adanya rasa tanggungjawab yang dimilik oleh para tiga direktur tersebut sampai-sampai  melakukukan rekayasa laopran keuangan dengan melakukan kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada laporan keuangan 2004-2007. Oleh karena itu ketiga direktur dijatuhkan hukuman dengan menonaktifkan tiga direksi PT WST yang terlibat dan ditindak secara hukum.

5.      Kewajaran (fairness) artiny ada keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari kasus diatas banyak kerugian-kerugian yang diterima para pemegang saham karena ketidak adilan dalam hak-hak para pemegang saham  seharusnya perusahaan pt.wst tidak usah melakukan rekayasa dalam laporan keuangan tersebut karena akan merugikan banyak pihak seperti nama pemerintahan BUMN menjadi tercemar dalam kasus ini.

Peran etika bisnis dalam penerapan GCG sangat dibutuhkan supaya tidak terjadi penyalahgunaan. berikut  etika bisnis dalam penerapan GCG
1.      Code of Corporate and Business
Conduct Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Mengenai kasus diatas pt.wst merupakan naungan dari BUMN. Citra BUMN yang beberapa tahun terakhir menunjukkan tren positif seiring dengan pelaksanaan implementasi GCG berpotensi terpuruk kembali itu dikarenakan terbongkarnya bahwa terdapat rekayasa atas laporan pt.wst kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur Utama WST yang baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahun kedepan sebagai pendapatan  tahun sebelumnya.

2.      Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Mengenai kasus diatas tidak ada lagi sikap kejujuran yang dipunyai para ketiga direksi  pada pt.wst karena dengan sengaja merekaya laporan keuangan pada pt.wst demi untung menguntungkan diri sendiri.

3.      Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan. Mengenai kasus di atas atas ulah para direksi yang tidak mempunyai rasa tanggung jawab lagi terhadap tugasnya maka Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menonaktifkan tiga direksi PT Waskita Karya (Persero) terkait kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada laporan keuangan 2004-2007.

Ada beberapa Penyebab kecurangan dari laporan keuangan menurut Ferdian & Na’im (2006), kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini  :

1.      Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2.       Representasi yang dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3.      Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan  jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.
4.      Adanya  kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general  audit suatu perusahaan.

            Dari keempat penyebab kecurangan pada laporan keuangan yang sesuai dengan kasus diatas adalah penyebab yang nomor satu dan empat karena terdapat bukti yang menyatakan terdapat kelebihan pencatatan (overstate) laba bersih pada laporan keuangan 2004-2007. Itu berawal dari Pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana pada pt.wst yang dilakukan oleh M.Choliq direktur utama yang baru dan ternyata dalam kasus pt.wst terdapat adanya kolusi yang dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan akuntan publik dalam merekayasa laporan keuangan tersebut mentri BUMN menulis surat kepada  Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) meminta untuk memberi sanksi kantor akuntan publik jika terbukti terlibat dalam rekayasa keuangan.

            Fraudulent financial reporting di suatu perusahaan merupakan hal yang akan berpengaruh besar terhadap semua pihak yang mendasarkan keputusannya atas informasi dalam laporan keuangan  (financial statement) tersebut. Oleh karena  itu akuntan publik harus bisa mencegah dan mendeteksi lebih dini agar tidak terjadi fraud. Untuk mengetahui adanya fraud, biasanya ditunjukkan oleh timbulnya gejala-gejala (symptoms) berupa red flag (fraud indicators), misalnya perilaku tidak etis manajemen. Red  flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan (fraud) yang terjadi.

Menurut Wilopo, upaya menghilangkan perilaku tidak etis manajemen dan kecenderungan kecurangan akuntansi, antara lain :
1.      Mengefektifkan pengendalian internal, termasuk penegakan hukum.
2.      Perbaikan sistem pengawasan dan pengendalian.
3.      Pelaksanaan good governance.
4.   Memperbaiki moral dari pengelola perusahaan, yang diwujudkan dengan mengembangkan sikap komitmen terhadap perusahaan, negara dan masyarakat.

Semua tindakan diatas tersebut sudah sangat tepat apalagi mengenai kasus pada pt.wst yang dimana pengendalian internal pada perusahaan sudah sangat lemah hal ini ditunjukkan bahwa pihak-pihak yang melakukan kecurangan tersebut berasal dari internal mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit yang dibuktikan dengan tidak melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang menciptakan untuk pengawasan pengelolaan perusahaan. Langkah selanjutnya memperbaiki sistem pengawasa dan pengendalian. BUMN merupakan pemegang saham pt.wst perlu dilakukan pembersihan besar-besaran terhadap intern PT.WST dengan mengganti para pihak yang terlibat. Kemudian melaksanakan good governance dengan memperkuat GCG ya agar tidak ada ksus yang sama terulang kembali.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar

 
wara-wiri. Design by Exotic Mommie. Illustraion By DaPino