Kebijakan ekonomi Indonesia terlalu
bertumpu pada anggaran
Reporter : Ardyan Mohamad
Merdeka.com - Pemerintah
telah melansir paket kebijakan ekonomi jilid II. Bagi ekonom, dua program anyar
yang diumumkan Kementerian Keuangan kemarin terlalu mengandalkan insentif
fiskal. Padahal, persoalan defisit neraca pembayaran dan perdagangan yang
menggerogoti perekonomian Indonesia seharusnya juga tanggung jawab kementerian
teknis.
Respon pasar juga negatif karena
melihat hanya sebagian kementerian bidang perekonomian, khususnya Kementerian
Keuangan, yang serius mengatasi gejolak defisit yang terjadi sejak Juli lalu.
"Saya lihat kebijakan fiskal
sudah cukup maju, tapi tidak diimbangi oleh kementerian lain. Saya kira
investor melihat ada ketimpangan di situ, ketimpangan kinerja dari tiap
kementerian," ujar ekonom Universitas Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko
kepada wartawan di Jakarta, Selasa (10/12).
Persoalan besar yang musti
dihadapi adalah derasnya arus barang impor. Padahal, sebagian produk tersebut
masuk kategori pangan. Prasetyantoko menilai Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Pertanian tak pernah padu dalam mengatasi persoalan impor tersebut.
Dari sisi peningkatan ekspor,
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan juga belum terlihat
merumuskan langkah yang konkret untuk meningkatkan serapan produk Indonesia di
pasar luar negeri.
"Harusnya yang bergerak
cepat selain kemenkeu paling tidak tiga kementerian tadi, perindustrian,
perdagangan dan pertanian" tandasnya.
Apalagi dua kebijakan yang paling
baru, yakni penaikan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22 untuk barang impor dan
kemudahan fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor (KITE), hanya mengandalkan
insentif fiskal. Supaya sektor riil benar-benar bergerak, kementerian teknis
harus merumuskan kebijakan mendukung paket dari kemenkeu tersebut.
"Jadi, kementerian lain
harus menindaklanjuti beberapa kebijakan yang kemarin dilenturkan, terutama
yang KITE itu dalam rangka meningkatkan ekspor," kata Prasetyantoko.
Penaikan PPh pasal 22 untuk
barang impor tertentu, dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen dan KITE adalah paket
lanjutan setelah 4 program lain dilansir pada 24 Agustus lalu. Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) terkait dua kebijakan tersebut akan berlaku efektif
mulai awal tahun depan.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan,
bila dibutuhkan, maka bisa saja dikeluarkan fasilitas ekonomi lainnya. Sekarang
saja, masih ada paket kebijakan fiskal lain yang akan dikeluarkan, yakni
penaikan PPnBM mobil mewah.
"Seperti orang minum obat,
kita lihat kebijakan yang sudah kita keluarkan efektif atau enggak. Jadi sambil
berjalan, sambil mereview. Kita lihat perlu diperpanjang atau tidak, atau malah
perlu ditambah," tandasnya.
Analisis
Pemerintah harus berkerja keras mengupayakan agar kebijakan ekonomi
di indonesia tidak terlalu bertumpu pada anggaran saja, menteri keuangan serius mengatasi masalah
defisit karana banyaknya barang impor yang masuk ke indonesia Padahal,
sebagian produk tersebut masuk kategori pangan. Ini juga menjadi tanggung jawab
dari Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian yang tak pernah padu
dalam mengatasi persoalan impor tersebut. Seharusnya untuk masalah pangan
diindonesia tidak perlu mengimpor dari luar karna kita masih bisa untuk
memenuhi panganuntuk masyarakat Dan juga dalam masalah ekspor, Kementerian Perindustrian dan Kementerian
Perdagangan juga belum terlihat merumuskan langkah yang konkret untuk
meningkatkan serapan produk Indonesia di pasar luar negeri. Sehingga terbentuknya
dua kebijakan yang paling baru, yakni penaikan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22
untuk barang impor tertentu, dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen dan kemudahan fasilitas kemudahan impor tujuan
ekspor (KITE), hanya mengandalkan insentif fiskal. Supaya sektor riil
benar-benar bergerak, kementerian teknis harus merumuskan kebijakan mendukung
paket dari kemenentrian keuangan tersebut.
sumber : http://www.merdeka.com/uang/kebijakan-ekonomi-indonesia-terlalu-bertumpu-pada-anggaran.html
sumber : http://www.merdeka.com/uang/kebijakan-ekonomi-indonesia-terlalu-bertumpu-pada-anggaran.html
0 komentar:
Posting Komentar